Papua
dan Papua Barat dua provinsi di ujung Timur Indonesia bukan hanya memiliki
kekayaan alam pegunungan dan bahari, pun bermacam budaya khas dari beragam sukunya.
Sekurangnya sampai saat ini ada 6 festival budaya yang kerap diselenggarakan di
daerah yang terkenal dengan kuliner Papeda dan satwa Burung Cendrawasih ini.
Di
Papua Barat, pecahan dari Papua, tedapat Festival Bahari Raja Ampat. Sedangkan
di Papua ada Festival Teluk Humboldt, Festival Budaya Kamoro di
Timika, Festival Budaya Asmat, Festival
Danau Sentani di Jayapura, dan Festival Lembah Baliem di Wamena,
Kabupaten Jayawijaya.
Festival Bahari Raja Ampat pertama
kali digelar tahun 2010. Biasanya pembukaannya berlangsung di Pantai Wisata
Waisai. Serangkaian kegiatan meramaikan festival ini seperti pertunjuan
kesenian dan kreativitas, parade perahu adat, pameran seni kerajinan tangan
tradisional, lomba foto bawah laut, pameran, seminar tentang menyelam
(diving) yang berwawasan lingkungan dan fotografi bawah air serta wisata minat
khusus.
Aneka
seni pertunjukan yang ditampilkan antara lain Yospan Jalan, Wayase, Tari
Hulahula, dan Suling Tambur. Festival ini juga memamerkan kuliner khas Raja
Ampat yang serba ikan.
Festival ini juga
menjual paket wisata untuk pengunjung festival
seperti tur birdwatching dengan
melihat endemik cendrawasih botak dan kasuari, tur diving, tur snorkeling, dan
jelajah kampung wisata.
Penulis
Buku “15 Destinasi Wisata Terbaik di
Indonesia”, Barry Kusuma menyarankan
waktu terbaik berwisata ke Raja
Ampat pada saat festival bahari, biasanya bulan Agustus. Karena selain
bisa menikmati keindahan laut dengan diving dan snorkeling, juga bisa melihat
beragam budayanya.
Festival Teluk Humboldt yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah Papua ini
berlangsung di Pantai Hamadi, Jayapura. Tujuannya untuk memajukan kearifan
lokal dalam rangka memajukan ekonomi kreatif di tanah Papua, khususnya di
Jayapura.
Fesrtival
ini diisi serangkaian acara pementasan kesenian budaya seperti pergelaran tari
tradisional, suling tambur, batik Papua, kuliner, dan kerajinan tradisonal
serta aneka lomba seperti lomba anyam rambut, merangkai pinang, dan lomba masak
menu tradisional.
Tur
wisatanya ke objek wisata peninggalan PD II, panorama Pantai Hamadi, dan pantai
lainnya di Teluk Humboldt. Waktu pelaksanaan festival ini pada awal
Agustus setiap tahunnya.
Festival Kamoro diselenggarakan oleh Suku Komoro. Suguhan utama festival
ini antara lain Tarian Kasuari yang dibawakan
oleh sekitar 20 pria Kamoro membentuk dua baris panjang.
Tarian
ini menceritakan tentang pemuda Kamoro yang jatuh cinta dengan seorang gadis,
namun hubungan mereka ditentang ayah si gadis. Si pemuda lari ke hutan dan menjadi
kasuari. Saat dia kembali ke desa, warga tidak mengenalinya dan dia hampir saja
diburu. Namun warga akhirnya sadar, dia itu pemuda yang lari ke hutan. Pemuda
itu kemudian mengajari warga desa Tarian Kasuari.
Dalam
festival ini juga ditampilkan para mama Papua yang membuat sagu, membakar ikan, dan ulat sagu,
serta menyiapkan cacing tambelo untuk dimakan. Sedangkan kaum prianya menabuh
tifa. Dalam festival ini kerajinan ukiran kayu Suku Kamoro juga dipamerkan dan
dijual.
Dibanding
festival lainnya, Festival ini tidak begitu dikenal lantaran waktu penyelenggaraan
tidak menentu, bahkan dalam setahun Festival Kamoro bisa dilakukan beberapa
kali.
Festival Danau Sentani mengambil lokasi di Danau Sentani, tepatnya di
Kawasan Wisata Khalkote, Sentani Timur. sekitar
20 Km dari pinggiran Jayapura ibu kota Provinsi Papua. Tahun ini merupakan
penyelenggarakan yang ke-8.
Festival ini menghadirkan pesta rakyat dan pagelaran
seni budaya antara lain Tarian Isosolo yakni tarian magis
yang erat dengan kehidupan di Danau Sentani. Isosolo terdiri dari dua
kata, yaitu Iso dan Solo atau Holo.
Iso artinya bersukacita dan menari mengungkapkan
perasaan hati. Sedangkan Holo atau solo berarti kelompok atau
kawanan dari semua kelompok umur baik anak-anak, ibu-ibu atau orang dewasa
laki-laki yang menari. Isosolo sendiri
berarti kelompok orang yang menari dengan sukacita mengungkapkan perasaan
hati. Isosolo dilakukan diatas gabungan beberapa perahu dan di pelataran
di darat yang disebut Yau.
Dimeriahkan
juga dengan beragam lomba selama empat
antara lain lomba dayung perahu untuk laki-laki dan perempuan, lomba suling
tambur, dan lomba folk song dengan lagu khusus dari Tanah Tabi
serta pukul tifa bersama.
Tak ketinggalan
tur wisata ke Pulau Asei dan Pulau Ajun yang menampilkan tarian dan ritual
budaya setempat.
Danau Sentani
merupakan salah satu danau terbesar di Papua. Danau sepanjang 30 Km ini berada
di ketinggian 75 Mdpl. Di perairan danau ini ada 22 pulau kecil yang tersebar
di seluruh danau yang terbagi jadi tiga wilayah yakni Timur, Tengah, dan Barat.
Ada 24 Kampung adat yang masuk ke tiga wilayah ini yang dibedakan berdasarkan
dialek Bahasa Papua.
Tak kalah
menarik melihat kegiatan warga lokal yang ramah sambil mencoba proses pembuatan
sagu, makan papeda disantap dengan lauk kuah kuning ikan gabus yang ditangkap
di Danau Sentani, atau mencicipi buah matoa yang biasa dijajakan di pinggir
jalan atau di pasar tradisional. Harganya mulai dari Rp 30.000 per buah.
Dalam festival ini, pengunjung
bisa membeli lukisan kulit kayu di Desa Asei
yang masyarakatnya ahli membuat lukisan di atas kulit kayu dengan beragam motif
lokal yang khas. Harganya ini mulai dari Rp 10.000.
Festival
yang biasanya diadakan pada pertengahan bulan Juni setiap tahunnya ini
juga menampilkan kebudayaan dari 19 suku
yang hidup di sekitar Danau Sentani, selain itu juga menampilkan kebudayaan
suku para pendatang di Papua seperti Bugis, Makassar, Tanah Toraja dan lainnya.
Festival Budaya Asmat sudah
digelar sejak tahun 1981.Tujuannya semula bukan untuk menjaring wisman sebanyak
mungkin melainkan untuk mempertahankan nilai-nilai budaya masyarakat Asmat agar
tidak luntur. Hasilnya cukup membanggakan dengan ditetapkan Asmat oleh PBB
sebaga situs warisan budaya dunia pada tanggal 13 Februari 2004.
Festival ini diramaikan serangkaian kegiatan seperti pameran ukiran khas Asmat yang selama ini menjadi
daya tarik kuat festival ini. Ukiran
kayu asmat menghasilkan karya seni luar biasa dalam bentuk perisai, kano,
pahatan, dan drum. Pada penutupan festival akan ada acara pelelangan karya seni
suku Asmat. Selain itu ada pentas seni musik
tradisional, menari, lomba perahu, dan mengayam.
Suku
Asmat memilik 12 subsuku yang masing-masing memiliki ciri khas dalam setiap
seni pahatan kayunya. Ada subsuku yang menonjolkan ukiran patungnya ada juga
yang menonjolkan ukiran salawaku (perisai) dan ada pula yang memiliki ukiran
untuk dinding dan peralatan perang. Hal yang paling istimewa adalah setiap
karya ukir tidak memiliki kesamaan atau duplikat. Festival ini dilaksanakan
pada pertengahan Oktober setiap tahunnya.
Festival Budaya Lembah Baliem yang diselenggarakan di Wamena ini menampilkan pertunjukan
dari beragam suku yang bermukim di dataran Wamena hingga Lembah Baliem.
Masing-masing
sukunya menampilkan keunikan corak yang
terlukis di wajah dan badannya. Serangkaian acara meramaikan festival ini
seperti tari-tarian,
lomba menganyamn Noken, lomba Karavan Babi, Tiup Pikon, Lempar Sege, Puradan, dan
lomba Sikoko. Khusus untuk Lempar Sege para turis juga diberi kesempatan untuk
mengikuti perlombaan tersebut.
Penyelenggaraan Festival Budaya
Lembah Baliem (FBLB) 2015 atau ke 26 akan digelar di Distrik Walesi. Tahun lalu
bertempat di Wossilimo Hal ini n
disampaikan Bupati Kabupaten Jayawijaya Wempi Wetipo. SH. MH, saat menutup
secara langsung FBLB ke 25 di Wossilimo.
Dari 40 distrik di
Kabupaten Jayawijaya, sebanyak 36 distrik turut mengikuti atraksi
perlombaan, sementara 4 distrik lainnya tidak turut mengambil bagian.
Di festival ini kita juga ditampilkan atraksi perang antarsuku yang dimulai dengan
penentuan skenario pemicu perang. Ada pula aksi lempar tombak yang didemonstrasikan
oleh warga suku di sana. Pengunjung pun diperbolehkan untuk ikut mencoba lempar
tombak ini dan memanah.
Pengunjung
juga bisa melihat dan masuk ke dalam Honai,
rumah adat Papua dan melihat para mama Papua membuat kerajinan khas Lembah
Baliem seperti tas noken dan kalung. Festival ini biasanya diadakan pada
pertengahan Agustus setiap tahunnya.
Naskah & foto: sangpujangga
(ronabudaya@gmail.com)
Captions:
1. Berfoto dengan orang-orang Papua
saat festival.
2. Gaya khas salah satu suku Papua
dalam Festival Danau Sentani.
3. Salah satu desa wisata di Raja
Ampat.
4. Di Papua, tua muda menginang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar