Indonesia
punya ratusan festival budaya yang digelar diberbagai daerah dari Aceh hingga
Papua. Tak heran Indonesia disebut-sebut Negeri Sejuta Festival atau Carnaval.
Di Aceh misalnya ada Pekan Kebudayaan Aceh (PKA), Sumtera Utara (Festival Danau
Toba, Festival Budaya Melayu Agung, dan Festival Budaya Sumatera Utara), Lampung
(Festival Kakatau), Jakarta (Festival Budaya Betawi dan Jakarnaval). Bali (Pesta Kesenian Bali), Papua Barat (Festival Raja Ampat), dan di
Papua ada Festival Budaya Asmat, Festival Lembah Baliem, dan Festival Danau Sentani.
Masing-masing festival budaya di negeri ini punya keistimewaan sendiri.
Tapi tak bisa disangkal dari sekian festival budaya tersebut, Pesta Kesenian
Bali (PKB) boleh dibilang paling baik dalam hal kemasan hingga berkelas dunia.
Pembukaan
PKB biasanya berlangsung di depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali (bajra
sandhi), Renon, Denpasar. Sudah beberapa kali presdien Indonesia, seperti Susilo
Bambang Yudhoyono membuka PKB ini, Ini membuktikan adanya perhatian khusus
presiden terhadap pesta kesenian ini. Tahun ini, entahlah apakah Presiden
Jokowi akan datang dan membuknya.
Pawai
budaya yang ditampilkan oleh setiap kontingen hampir semuanya memikat. Tidak
asal tampil. Tarian, pakaian, atribut, dan atraksi yang disuguhkan benar-benar
dipersiapkan dengan matang dan menarik sehingga membuat penonton berdecak
kagum.
Keistimewaan
lain, kendati sudah berkelas dunia, PKB justru mengedepankan budaya lokal
terutama Bali. Sejumlah kabupaten yang ada di Bali seperti Kabupaten Bangli,
Badung, Tabanan, Jemberana, Klungkung, Buleleng, Gianyar, dan Kota Denpasar seolah
berebut menyuguhkan penampilan terbaik dalam pawai tersebut.
PKB juga diminati kontingen dari berbagai daerah yang menampilkan demontrasi kesenian memukau, andalan daerah setempat. Kontingen dari luat Bali ini juga tak mau kalah dengan tuan rumah. Banyak kontingen dari daerah memanfaat event ini untuk memperkenalkan budayanya agar menasional dan memancanegara.
PKB juga diminati kontingen dari berbagai daerah yang menampilkan demontrasi kesenian memukau, andalan daerah setempat. Kontingen dari luat Bali ini juga tak mau kalah dengan tuan rumah. Banyak kontingen dari daerah memanfaat event ini untuk memperkenalkan budayanya agar menasional dan memancanegara.
PKB
pun diminati sejumlah negara asing, baik dari benua Asia, Eropa maupun Amerika.
Sejumlah orang asing mendadak Bali di PKB. Mereka tampil layaknya orang Bali,
bukan hanya menjadi penonton melainkan ikut terlibat langsung sebagai peserta.
Ada
perempuan Jepang dan Eropa yang ikut tergabung dalam kelompok musik tradisional
Bali. Mereka masing-masing memainkan gamelan dan meniup suling bersama pemain
gamelan perempuan Bali lainnya. Kedua WNA itu kompak mengenakan kebaya, kain,
dan sanggul khas perempuan Bali. Selain itu ada beberapa turis asing, baik
laki-laki maupun perempuan yang ikut berpawai dengan mengenakan atribut pakaian
khas Bali. Mereka begitu menikmati pesta kesenian ini.
Kemasan menarik lain dari PKB adalah dengan hadirnya pengatur pawai yang mengenakan kostum daag seperti yang lazim dijumpai pada kesenian Janger. Bedanya daag PKB ini tidak mengatur ritme penampilan pragina janger dan kecak, melainkan mengatur kelancaran jalannya pawai pembukaan PKB.
Kalau ada kontingan pawai yang melakukan atraksi di depan panggung kehormatan lebih dari lima menit, maka salah seorang dari daag itu akan membisiki koordinatornya agar kontingen itu beranjak dari panggung kehormatan.
Kemasan menarik lain dari PKB adalah dengan hadirnya pengatur pawai yang mengenakan kostum daag seperti yang lazim dijumpai pada kesenian Janger. Bedanya daag PKB ini tidak mengatur ritme penampilan pragina janger dan kecak, melainkan mengatur kelancaran jalannya pawai pembukaan PKB.
Kalau ada kontingan pawai yang melakukan atraksi di depan panggung kehormatan lebih dari lima menit, maka salah seorang dari daag itu akan membisiki koordinatornya agar kontingen itu beranjak dari panggung kehormatan.
Mereka
juga bertugas mengatur jarak barisan antara satu kontingen dengan kontingen
lainnya, termasuk mengatur penonton, juru foto dan tulis dari media yang sedang
meliput agar lebih tertib.
Cara
para daag mengatur jalannya pawai tidak seperti petugas keamanan umumnya yang
kerap menjengkelkan dan kasar. Para daag itu, justru lebih sopan, unik,
menghibur, dan tidak merusak performa kontingen, karena mereka melakukannya
sambil menari dengan pakaian yang berbeda, berikut topeng khas dan lucu.
PKB
digelar setahun sekali. Lokasi pembukaan
sekaligus pawai budayanya di depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Renon,
Denpasar. Sedangkan sejumlah pentas kesenian lainnya di gelar di Taman Budaya
(Bali Art Center), Denpasar.
Ribuan
seniman dari mancanegara dan berbagai daerah dari Indonesia termasuk tuan rumah
Bali turut meramaikan PKB.
Ratusan
jenis kesenian ditampilkan secara berturut-turut selama sebulan. Kesenian yang
ditampilkan berkelas dunia hingga menarik perhatian
wisatawan untuk bertandang.
Itulah Keistimewaan PKB yang membedakannya dengan festival budaya lain di negeri ini. Gaya Bali mengemas
pesta keseniannya yang bermuatan lokal dengan apik dan profesional hingga menjadi
tontonan budaya berkelas dunia, rasanya patut ditiru oleh festival ataupun
pesta budaya lainnya agar dapat menarik kunjungan wisatawan. Tapi hanya cara
pengemasannya, sedangkan kesenian yang ditampilkan harus tetap sesuai dengan
kesenian lokal masing-masing.
Sebenarnya
bukan hanya PKB saja, beberapa festival budaya di Pulau Para Dewa itu selalu
digelar manarik sehingga banyak wisnus dan wisman terkagum-kagum melihatnya.
Penulis menilai, masih banyak festival budaya di luar Bali, kendati sudah
belasan bahkan puluhan kali diselenggarakan namun tak mampu mendongkrak kunjungan wisatawan
secara signifikan. bahkan gaungnya tak menasional apalagi memancanegara. Salah
satu penyebabnya, kemasan yang kurang menarik dan profesional, termasuk kurang
publikasi baik itu pra event, sebelum,
dan sesudah event itu berlangsung.
Contoh kecilnya, penulis pernah melihat Festeval Teluk Kendari di
Sulawesi Tenggara beberpa tahun lalu. Dalam parade budaya, para penampilnya ada
yang pakai sandal jepit, nyeker, dan atau sepatu yang ala kadarnya. Atraksi yangdibawakan
juga monoton, justru lebih dominan marching band dan tarian moderen dance.
Seharusnya kekuatan seni budaya lokal yang ditampilkan secara wah, elegan,
unik, dan menarik baik dalam kostum dari alas kaki samapai rambut, dan kejutan
lainnya.
Tak heran, karena kurang baiknya pengelolaan sebuah festival, akhirnya
satu per satu berumur pendek alias mati. Pengeloaan disini bukan hanya menyangkut
kemasan para penampil, pun pendanaan, promosi, dan publikasi.
Beberapa tahun belakangan ini juga bermunculan festival baru di berbagai
kota dan daerah. Di satu sisi makin memarakkan festival yang bertujuan bukan
semata memperkenalkan beragam budaya, melainkan pula menjaring wisatawan. Sayangnya,
tampilannya satu sama lain hampir mirip.
Kalau diperhatikan, para penampil festival-festival sekarang, banyak juga
kaum adam (pria) yang (maaf) kebanci-bancian. Kalau ini dibiarkan bisa jadi
festival akan melahirkan generasi pemuda yang kemayu, suka bersolek melebihi
perempuan. Ini harus dicegah. Seharusnya festival itu sejatinya turut membentuk
karakter pemuda yang semestinya pemuda,
gagah,sebagai sosok pelindung kaum hawa
yang dapat diandalkan, selain berpenampilan menarik maupun unik.
Festival budaya di Indonesia ada yang berusia belasan bahkan puluhan
tahun. Tak sedikit yang baru seumur jagung bahkan baru. Semestinya berapapun
usianya, harus memiliki kekuatan dan karakter yang kuat, menarik, dan beda
dengan festival yang lain.
Dengan begitu pasti wisatawan yang datang dan menyaksikannya akan memuji
dan menyebarluaskan kekagumannya lewat mulut ke mulut maupun sosmed.
Bila sudah begitu, kemungkinan mereka akan datang lagi atau wisatawan
baru yang mendapat informasi darinya, akan hadir di event tersebut tahun berikutnya.
Tapi jika aburadur, justru bisa jadi bumerang.
Naskah & Foto: sangpujangga (ronabudaya@gmail.com)
Captions:
1.
Parade budaya apik gaya Pesta Kesenian
Bali.
2.
Parade Budaya Festival Krakatau ikutsertakan Gajah Way Kambas.
3.
Opera Batak dalam Festival Danau Toba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar