Senin, 18 April 2016

Melongok Pesona Budaya Kepulauan Rempah Lewat Festival Teluk Jailolo ke-8

Festival Teluk Jailolo (FTJ) kembali digelar Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat (Halbar) dengan dukungan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) di Kota Jailolo, Ibukota Halbar, Provinsi Maluku Utara (Malut) tahun 2016 ini.  FTJ ke-8 yang akan berlangsung selama 6 hari, mulai 2 hingga 7 Mei mendatang ini mengambil tema Pesona Budaya Kepulauan Rempah.

Mengapa FJT tahun ini diberi tema itu?  Bupati Halbar Danny Missy menjelaskan tema tersebut diambil berdasarkan sejarah maluku yang secara historis memiliki empat (4) kerajaan Islam yang sejak kurun niaga (abad XV-XVIII) memainkan peranan penting dan strategis dalam jalur perdagangan rempah-rempah, terutama sebagai produsen cengkeng terbesar di dunia.

Istilah Maluku sendiri berasal dari penyebutan pedagang Arab yaitu Jazirah Al-Mamluk yang berarti kepulauan raja-raja. “Jazirah Al-Mamluk itu mengacu kepada 4 kerajaan besar yaitu Jailolo, Bacan, Ternate, dan Tidore,” kata Danny dalam jumpa pers Peluncuran FJT 2016 di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona Jakarta, kantor Kemenpar, Senin (18/4) yang dihadiri Wagub Malut M Natsir Thaib, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Kemenpar Esthy Reko Astuti.

Keempat kerajaan besar tersebut, lanjut Danny menjalin ikatan persaudaraan dalam falsafah Moluku Kie Raha. “Kie dalam bahasa lokal berartai gunung, Raha artinya empat. Jadi Moluku Kie Raha berarti persaudaraan penguasa empat gunung atau empat kerjaan besar,” terangnya.

Berdasarkan catatan sejarah konsep Moluku Kie Raha muncul pada tahun 1322 M setelah keempat kerajaan tersebut mengadakan pertemuan di Pulau Moti yang menelurkan Persekutuan Moti atau Moti Verbond.

Persekutuan tersebut merupakan kesepakatan keempat kerajaan untuk membagi dan mengemban tugas masing-masing demi tujuan bersama.

“Isi persekutuan itu menyebut Raja Ternate sebagai penguasa utama atau Alam Makolalo, Raja Bacan sebagai penjaga perbatasan (Dehe Makolamo), Raja Tidore menjaga keamanan dalam negeri (Kie Makolano), dan Raja Jailolo bertugas menjadi penjaga serangan dari luar atau Jie Makolano,” terang Danny.

Bertolak dari sejarah itulah, FTJ 2016 mengambil tema itu. “Tujuannya untuk mengangkat kembali kejayaan 4 kesultanan itu dengan rempah-rempahnya sekaligus melestarikan nilai-nilai seni budaya daerah beserta potensi wisata, pertanian, dan perikanan Halbar,” tambah Danny lagi.

Adapun tema FTJ 2016 tersebut akan diaplikasikan  dalam rangkaian kegiatan antara lain Gelar Seni Budaya Moluku Kie Raha. Acara ini terbagi dua,  pertama Gelar Kuliner Tradisional di Areal FTJ  sejak tanggal 2-7 Mei 2016, mulai pukul 9 pagi yang menyuguhkan aneka masakan khas dari tradisi kuliner 4 kerajaan Moluku Kie Raha.

Kedua, Panggung Seni Budaya Moluku Kie Raha yang menampilkan berbagai seni budaya dari 4 kerajaan yang kaya akan filosofi dan nilai-nilai tradisi budaya  lokal di Areal FTJ pada Sabtu (7/5) mulai pukul 8 malam.

Selain itu ada Ritual Budaya Halbar yang menyuguhkan dua tradisi setempat yakni Sigofi Ngolo atau upacara bersih laut dan Orom Sasandu yaitu ritual adat sebagai ucap syukur lewat pesta selama 7 hari 7 malam di Sasadu atau rumah adat suku Sahu dengan cara makan, munum, dan menari tiada henti.

Sigofi Ngolo akan berlangsung pada Kamis (5/5) mulai pukul 9 pagi  dari Teluk Jailolo hingga Pulau Babua. Sedangkan Orom Sasadu bertempat di 4 Sasadu mulai pukul 8 malam yakni Sasadu di Desa Campaka pada Selasa (3/5), Desa Idam Gamlano Rabu (4/5), Desa Lolori Kamis (5/5), dan Sasadu di Desa Wisata Gamtala pada Jumat (6/5).

Untuk memperkuat tema, akan digelar Parade Rempah pada Sabtu (7/5) mulai pukul 9 pagi mulai dari Areal FJT dan berakhir  di depan Megaria. Parade ini menampilkan budaya masyarakat Halbar yang majemuk terdiri atas berbagai suku namun hidup rukun dalam kebersamaan.

Sebagai puncak acara ada Sasadu On The Sea yang akan berlangsung pada Sabtu (7/5) di panggung utama yang berdiri di atas laut, satu-satunya di Indonesia sekaligus menjadi ikon FTJ.

Sasadu On The Sea merupakan pertunjukan seni kontemporer yang memadukan unsur tarian tradisional, musik tradisional, drama, dan koreografi yang berakarkan kebudayaan mayarakat Jailolo lengkap dengan tata busana, tata rias, dan dekorasi panggung memikat, di bawah arahan koreografer Indonesia yang sudah mendunia namanya, Eko Supriyanto.

“Ada 350 orang yang terlibat di Sasadu On The Sea tahun ini, yang terdiri atas 300 penari dan 50 orang lagi  adalah  penata kostum dan penata rias,” ungkap pria asal Magelang, Jawa Tengah ini.

Drama tari dan musikal kolosal kali ini, lanjut Eko menceritakan integrasi dari 4 kesultanan Moluku Kie Raha dan spirit tokoh pahlawan setempat bernama Banau. “Durasinya sekitar 1 jam. Dalam rangkaian drama tari dan musikal ini akan hadir penampilan penyanyi jazz dan world music Dira Sugandi dan Ubiet,” terang Eko yang pernah menjadi penari latar Madonna ini

Sebagai catatan, pada FTJ 2013 silam, acara Sasadu On The Sea yang menampilkan band papan atas Indonesia, Noah yang digawangi Ariel CS, berhasil menjaring ribuan penonton.

Menurut Wagub Malut M. Natsir Thaib sampai saat ini kejayaan masa lalu sebagai bagian dari kepulauan rempah antara lain pala, cengkeh,  dan kopra menjadi komoditas utama yang masih dapat ditemui di Jailolo, kendati tak setenar dulu.


Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya dalam keterangan tertulisnya menyambut baik penyelenggaraan FTJ 2016 yang bertema “Pesona Budaya Kepulauan Rempah” sebagai upaya mengangkat kembali popularitas Moloku Kie Raha (Jailolo, Bacan, Ternate  dan Tidore)  yang pernah tercatat dalam sejarah dunia sebagai pusat penghasil rempah-remah terbaik pada Abad XV-XVIII.

“Popularitas Moloku Kie Raha yang sejak Abad XV tersohor ke seluruh dunia sebagai kepulauan penghasil rempah terbaik dunia (spice island) menjadi branding untuk mendongkrak pariwisata Maluku Utara,” katanya.

Menpar menambahkan wisata dengan latar belakang sejarah relatif mudah  dipromosikan. Catatan sejarah ekspedisi pelayaran laut dalam rangka mencari rempah-rempah sebagai komoditas yang bernilai ekonomi tinggi pada 700 tahun silam  yang dilakukan oleh bangsa-bangsa  dari seluruh dunia; Arab, China, dan Eropa; Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda ke Maluku Utara, itu menjadi cerita menarik dan dapat dikemas sebagai  daya tarik wisata sejarah (history tourism) dan menjadi andalan Maluku Utara dalam menggembangkan sektor pariwisata, selain daya tarik wisata alam dan budaya.

Arief Yahya menjelaskan prospek pariwisata Malut ke depan sangat cerah dengan semakin meningkatnya fasilitas aksesibilitas, amenitas, dan aktraksi wisatanya.

“Pemerintah telah menetapkan wilayah Morotai, Kabupaten Pulau Morotai, dan Malut sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK); pariwisata, industri perikanan dan logistik. Pembangunan fasilitas infrastruktur, amenitas, dan atraksi  di sana akan lengkap,” ungkapnya.

Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Kemenpar Esthy Reko Astuti menambahkan Kemenpar mendukung FJT 2016 ini selain bertujuan mempromosikan branding pariwisata nasional Pesona Indonesia, pun untuk meningkatkan kunjungan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara.

“Target kunjungan wisnus ke Halbar tahun ini sebanyak 500 ribu tahun sebelumnya 300 ribu. Sedangkan target wismannya 30 ribu, tahun lalu 15 ribu. Mudah-mudahan bisa tercapai, salah satunya lewat ajang FJT 2016 ini,” harap Esthy.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)
Foto: adji, denny & agung-Humas Kemenpar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar