
Delapan perempuan
muda berusia belasan tahun tampil menyemarakkan jelang malam puncak Festival
Ceng Beng di Gedung Setya
Bhakti Pasir Putih, Kota Pangkalpinang, Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Minggu (3/4).
Mereka menyuguhkan Tarian Lampion.
Masing-masing penari membawa dua lampion berwarna merah.
Pakaian yang mereka kenakan berupa
atasan lengan panjang dan celana panjang berwarna merah. “Bajunya itu khas
Melayu yang sudah ada pembauran dengan budaya keturunan Tionghoa di sini,” terang
Kasi Kesenian dan Perfilman, Disbudparpora Kota Pangkalpinang Pupung Damayanti.
Mereka juga mengenakan selendang dan kain penutup bagian pinggul. Rambut penari diikat ke belakang
dengan selembar kain berwarna warni.
Kedelapan penari itu dari Sanggar Sekar Penyanding,
Kota Pangkalpinang.
Putri, salah satu penari yang masih
duduk di kelas 2 SMA menjelaskan Tarian Lampian merupakan salah satu tarian
kreasi atau kontemporer. “Durasinya tadi cuma sekitar 3 menit,”
Menurut Putri, Tarian Lampion yang
dibuat oleh Disbudpar Kota Pangkalpinang ini baru pertama kali dibawakan selama
tahun 2016 ini. “Kami bangga bisa tampil menyemarakkan Festival Ceng Beng 2016
ini,” akunya.
Ketua Yayasan Sentosa
Djohan Ridwan Hasan mengatakan malam ramah tamah dan sosialisasi acara Ceng Beng merupakan malam
berkumpulnya para peziarah yang datang dari berbagai penjuru daerah/kota di Indonesia dan
mancanegara.
“Malam ini semua kumpul sebelum Sembahyang
Ceng Beng dini hari besok,
mulai pukul 3,” terangnya.
Di malam bertajuk Melalui Ceng Beng Kita Wujudkan Kebersamaan Orang Bangka ini,
Yayasan Sentosa yang mengelola Pekuburan Sentosa memberikan penjelasan tentang
permasalahan yang dihadapi yayasan dalam mengelola pekuburan terluas di Asia
Tenggara ini, sekaligus mencari solusi
serta pengembangan Pekuburan Sentosa ke depannya.
“Pengelolaan Pekuburan Sentosa
selama ini tertumpu hanya dari iuran
anggota sebesar Rp 15 ribu per bulan. Sekarang ini ada sekitar 14.000 makam di
sini. Namun belum semuanya rutin membayar iuran,” akunya.
Menurut Djohan, dulu Sembahyang Ceng
Beng digelar satu hari sehingga susah mengatur para peziarah yaang menumpuk. “Sebagai
jalan keluarnya, mulai beberapa tahun belakangan Sembahyang Ceng Beng digelar
selama 10 hari sehingga peziarah bisa lebih leluasa bersembahyang besar ini,” terangnya.
Perubahan lainnya, lanjut Djohan, Sembahyang
Ceng Beng 2 tahun belakangan ini dikemas dalam sebuah festival untuk menjaring
wisatawan baik nusantara maupun mancangera.
Festival Ceng Beng ini atas
kerjasama Yayasan Sentosa dengan Disbudparpora Kota Pangkalpinang dan mendapat
dukungan dari Kementerian Pariwisata (Kemenpar).
Peziarah dari mancanegara yang datang saat Sembahyang Ceng Beng ini, sambung Johan berasal dari China, Australia, Eropa, Singapura, Taiwan, Hongkong, Filipina, dan Malaysia.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropsi@yahoo.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar