Golda Hutagaol (12) nama gadis penari
berwajah imut tersebut. Siswi SMAN I Dolok Sanggul di Kabupaten Humbang
Hasundutan (Humbahas) ini kemudian melaju ke muka menghampir 6 penari perempuan lainnya yang
lebih dulu menari sambil membawa tandok (tempat beras khas Batak) di atas
masing-masing kepalanya.
Kemahiran Golda menari Tari Cawan dan Tandok dengan durasi
sekitar 7 menit sambil membawa ketujuh cawan itu kemudian menurunkannya satu
per satu dengan gerakan lues serta wajah yang tetap ceria, membuat peserta dan
tamu undangan pembukaan Lawatan Sejarah Daerah (LASEDA) 2016 di Aula Hutamas, DPPK, Dolok Sanggul, Humbahas, Minggu
(22/5) memberi tepuk tangan kepadanya.
Sebelumnya Golda dan keenam rekannya
dari Sanggar Seni Tonggi ini sudah mencuri perhatian peserta LASEDA 2016 saat
mereka membawakan tarian penyambutan Tortor
Panomu-nomuon di awal acara, menyambut kedatangan tamu kehormatan Bupati Humbahas
Dosmar Banjarnahor, Sekdakab Humbahas Saul Situmorang.
Sebelum tampil, Golda dan 6 penari
lainnya yang mengenakan toso untuk
penutup badan berwarna hitam dari ulos ragidup, selempang berwarna merah dari
ulos sadum serta sortali atau ikat kepala dan beberapa aksesoris, mendapat
pengarahan dari Golda Simarmata (21) guru tarinya. “Nak, nanti kamu harus yakin
dan ingat tetap tersenyum,” imbau Golda Simarmata yang juga menjadi guru di
SMPN 7 Pakkat.
Menurut Golda Simarmata baik tari penyambutan Tor-tor Panomu-nomuon maupun Tari Cawan dan Tanduk sama-sama tarian tradisional yang sudah dimodifikasi atau dikolaborasikan dengan gerakan baru termasuk pakaian dan riasan wajah. "Contohnya, kalau yang tarian tradisonal asli, wajah setiap penarinya tidak berhias atau dandan. Jadi tampil natural apa adanya," ujarnya.
Sama seperti usai menarikan tarian kedua,
tarian pertama yang dibawakan Golda Hutagaol dan keenam rekannya pun berakhir dengan tepukan hangat peserta LASEDA 2016.
Usai tampil menarikan tari
penyambutan, Golda dan teman-temannya mengikuti rangkaian acara pembukaan
LASEDA ke-14 tahun ini sampai selesai sore hari.
Kepala BPNB Aceh Irini Dewi Wanti dalam sambutan pembukaan LASEDA 2016 yang juga dihadiri Kadis Pendidikan Humbahas Wisler Sianturi, Kadis Pariwisata Humbahas Mangupar Manullang, tokoh masyarakat, dan lainnya, menjelaskan LASEDA 2016 yang digelar Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Aceh berlangsung selama 4 hari, sejak tanggal 22-25 Mei. Pesertanya berjumlah 50 orang yang terdiri dari 43 siswa SMA/SMK/MA dan 7 guru dari Aceh dan Sumut.
“Bentuk kegiatannya berupa tur sejarah ke sejumlah tempat bersejarah di Kabupaten Humbahas yang merupakan kampung halaman Sisingamangaraja XII, Pahlawan Nasional
dari Sumut,”
terang Rini.
Obyek sejarah dan budaya yang akan
dikunjungi peserta LASEDA 2016 antara lain Kompleks Istana Sisingamangaraja di Bakkara, Situs Taman Bumi Toba Tombak Sulu-Sulu di Marbun,
mata air
kehidupan masyarakat Batak Aek Sipangolu di Bakkara, Kampung Tradisional Batak Lumban Manalu
di Tipang, Air Terjun Janji di Tipang,
Pasar Kemenyan
Dolok Sanggul, dan ke pulau-pulau di seberang Bakkara.
Kegiatan bertema
‘Merajut
Simpul-Simpul Keindonesiaan di Humbang
Hasundutan: Kekayaan Kisah Perjuangan, Sejarah, Alam,
dan Kebudayaan’ ini tidak hanya bersifat rekreasi semata.
Disamping melawat ke sejumlah obyek
sejarah dan budaya, lanjut Rini juga ada
diskusi kesejarahan yang diadakan usai acara pembukaan dengan menghadirkan
sejumlah narasumber berkompeten seperti Sejarawan Batak St. H. Sinambela yang akan membawakan materi berjudul “Kisah Bakkara dan
Sisingamangaraja XII”, Arkeolog Balai Medan Lucas P. Kestoro DEA (Arkeologi
Kebudayaan Batak), dan Ketua Badan
Pelaksana Geopak Caldera Toba Ir. Alimin Ginting dengan makalah bertajuk “Kekayaan Sejarah
Alam: Taman Bumi Toba”.
“Para
peserta juga akan mendapatkan informasi langsung dari sejumlah narusumber di
lapangan atau di setiap obyek sejarah dan budaya yang akan dikunjungi maupun
dari intansi terkait,” papar Rini.
Rini berharap lewat kegiatan ini peserta
LASEDA 2016 dapat menyerap pengetahuan tentang ilmu
kesejarahan dari diskusi sejarah dan mengambil hikmah dari
lawatan atau tur sejarah.
“Diharapkan mereka mendapatkan pengalaman belajar budaya kelompok lain
secara langsung agar perasaan saling memahami, empati, dan solidaritas
dapat tumbuh secara sehat yang kemudian dijadikan pedoman dalam kehidupan
sehari-hari,” terang Rini seraya tak lupa
mengapresiasi dan menyampaikan terimakasih kepada Pemkab Humbahas kerena telah
memberikan tempat dalam pelaksanaan kegiatan ini.
Rini menambahkan BPNB Aceh merupakan media Unit Pelaksana Teknis
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)
yang bertugas memberikan penyegaran, pengalaman belajar sejarah kelompok lain secara
bersama-sama di tempat serentet peristiwa sejarah berlangsung, dengan maksud untuk mengukuhkan ikatan perasaan dan
kesadaran sejarah itu di kalangan anak-anak muda.
Bupati Dosmar dalam sambutannya juga
berterimakasih atas pemilihan Humbahas sebagai tuan rumah LASEDA 2016 oleh BPNB
Aceh.
Dosmas membenarkan bahwa Humbahas
merupakan tanah kelahiran Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII yang lahir di
Bakkara, 18 Februari 1845 dan wafatnya pun di Humbahas, tepatnya di Parlilitan
17 Juni 1907.
“Di Humbahas terdapat sejumlah situs
peninggalan Raja Sisingamangaraja XII antara lain Kompleks Istana Raja
Sisingamangaraja di Bakkara, Markas Pertahanan Raja Sisingamangaraja XII di
Parlilitan, Tombak Sulu-Sulu tempat lahirnya Raja Manguntal yang kemudian
dinobatkan menjadi Raja Sisingamangaraja I, Aek Sipangolu tempat Raja
Sisingamangaraja I berisirahat karena gajahnya kehausan, Hariara Tungkot yakni
tongkat Raja Sisingamangaraja yang
dipakai dan ditancapkan ke dalam tanah yang kemudian tumbuh menjadi Pohon Hariara, Makam 37 pasukan Raja
Sisingamangaraja XII serta lokasi wafatnya,” terang Dosmar.
Menurut sejarah, lanjut Dosmar, dinasti
Sisingamangaraja berdiri di Bakkara, Humbahas sekitar 1530-1907 dipimpin secara
turun temurun dari Raja Sisingamangaraja I hingga Raja Sisingamangaraja XII.
“Mereka adalah pemimpin yang sangat dihormati di Tanag Batak. Bahkan DR. Van
Der, orang Eropa yang pertama mengunjungi Bakkara dan Istana Raja
Sisingamangaraja mengatakan bahwa Raja Sisingamangaraja adalah rajanya semua orang Batak,” terangnya.
Dosmar juga berharap lewat kegiatan
LASEDA 2016, pesertanya yang teridiri atas pelajar dari Sumut dan Aceh ini dapat
merajut simpul-simpul ke-Indonesian yang ada di Humbahas hingga kian mempererat
persatuan dan menjadi pelajaran berharga yang dapat diamalkan dalam keseharian
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam buku panduan LASEDA 2016 di
Humbahas terdaftar nama-nama SMA/SMK/MA berikut jumlah murid dan guru
pendamping dari Sumut dan Aceh termasuk instansi terkait, yakni SMA/SMK dari Humbang Hasundutan, SMA Plus Matauli Pandan
Tapanuli Tengah, SMAN 1 Sorkam Tapanuli Tengah, SMAN 1 Gunungsitoli,
SMA Plus Soposurung Balige Toba Samosir, SMK
Kesehatan Sahata Pematangsiantar, SMAN 2 Pematangsiantar, dan SMA/SMK dari
Samosir, dan SMAN Tanjung Balai. Sedangkan dari Aceh SMA/SMK/MA dari Banda
Aceh, Sabang, Lhokseumawe,
Aceh Tenggara, Aceh Tamiang, dan SMAN I Simpang Kiri Subulussalam.
Ketua
Pelaksana LASEDA 2016 Nasrul Hamdani mengingatkan seluruh peserta LASEDA 2016
di Humbahas wajib mematuhi semua petunjuk dan tata tertib baik tertulis maupun
tidak tertulis. “Salah satunya peserta tidak boleh merokok dan melakukan
hal-hal yang terlarang apalagi mengonsumsi minuman keras dan memakai
obat-obatan terlarang selama kegiatan,” tegasnya.
Menurut
Nasrul setelah acara LASEDA 2016 akan dipilih peserta terbaik yang mewakili
BPNB Aceh untuk mengikuti kegiatan serupa tingkat Nasional yakni Lawatan
Sejarah Nasional (LASENAS) 2016 yang rencananya diselenggarakan di Pulau Jawa.
Leonardo
Manalu, siswa SMAN 2 Lintongnihuta, Humbahas mengaku senang ikut menjadi
peserta LASEDA 2016. Menurut siswa yang gemar bernyanyi ini walau tinggal di
Humbahas namun belum semua objek sejarah dan budaya di kabupaten berudara sejuk
ini dikunjunginya. “Saya akan manfaatkan kegiatan ini untuk mengetahui lebih
dalam sejarah Sisingamangaraja XII dan situs-situs peninggalannya,” akunya
bangga.
Yanti
Kumala, guru sejarah SMAN Tanjung Balai menilai LASEDA ini menjadi wahana
belajar sejarah yang efektif karena langsung ke obyek-obyeknya. “Kalau di kelas
kita mengajar seperti mengkhayal. Tapi lewat LASEDA ini pelajar bisa melihat
langsung bentuk fisik obyek sejarah
peninggalan Sisingamangaraja XII dan mendapat informasi langsung dari
tokoh sejarah atau narasumber di lokasi, jadi lebih obyektif,” aku Yanti seraya
menghimbau agar acara seperti ini harus terus dipertahankan.
Sebagai
catatan Raja Sisingamangaraja XII ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional sesuai
Surat Keputusan Presiden RI Nomor: 590 tahun 1961 tanggal 9 November 1961. Nama
pahlawan asal Bakkara, Humbahas, Sumut ini kian tersohor usai lukisan wajahnya
diabadikan di lembaran uang kertas seribu rupiah pada tahun 1987.
Naskah & foto:
adji kurniawan
(kembaratropis@yahoo.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar