Selasa, 25 April 2017

Buku Karangan Solichin Mendominasi Pameran Wayang “Robotik” Kongres Sena Wangi 2017

Kongres Sena Wangi IX yang berlangsung 2 hari di Gedung Pewayangan Kautaman, TMII, Jakarta Timur, 25-26 April 2017 juga diramaikan dengan Pameran Wayang bertajuk “Robotik” menampilkan beragam rupa, buku wayang, lukisan, dan foto wayang. Dari buku yang dipamerkan, buku-buku wayang karangan Drs. H. Solichin terlihat mendominasi.

Di lokasi pameran, tepatnya di teater terbuka Gedung Pewayangan Kautaman, buku-buku wayang yang dipamerkan, ditempatkan dalam satu meja.

Sejumlah buku disusun cukup rapih, ada yang diletakkan bertumpuk (khusus buku-buku berukuran kecil), berdiri (terutama buku berukuran besar dan tebal), dan ada pula yang sengaja dibuka salah satu buku tentang wayang agar pengunjung bisa melihat isi buku tersebut.

Tapi sayangnya tidak ada seorang pun petugas yang menjaga/menunggui buku-buku itu, jadi pengunjung yang datang tidak tahu apakah buku itu dijual dan berapa harganya.

Buku-buku wayang karangan Solichin yang dipamerkan ada yang ditulis sendiri dan ada pula yang dibuat berdua (berduet) dan tak sedikit yang ditulis secara keroyokan, bersama (tim) dengan beberapa penulis lainnya.

Buku yang ditulis sendiri oleh pakar pewayangan Indonesia yang sudah sepuh ini antara lain berjudul Tokoh Wayang Terkemuka.

Buku berukuran besar dan cukup tebal itu terkesan eksklusif lantaran sampulnya hard cover berwarna coklat dengan sampul depan bergambarkan salah satu karakter wayang kulit tersohor.

Di atas sudut kanan buku tersebut ada logo dan tulisan mandiri (sepertinya nama sebuah bank terkenal dalam negeri). Sedangkan di sudut kiri bawah bertulisan nama si pengarang, Solichin.

Selain itu ada buku berjudul Gatra Wayang Indonesia yang juga berukuran besar dan tebal serta juga terkesan eksklusif.

Sementara buku-buku berukuran kecil karya Ketua Dewan Kebijakan Sena Wangi ini antara lain berjudul Falsafah Wayang. Warna sampul depannya coklat dengan gambar salah satu karakter wayang kulit juga.

Buku karya Solichin berduet dengan penulis lain seperti dengan Dr. Suyanto berjudul Pendidikan Budi Pekerti dalam Pertunjukan Wayang. Buku setebal 262 halaman dengan sampul muka bergambar wayang kulit berwarna hitam putih dan berwarna ini diterbitkan oleh Yayasan Sena Wangi, Desember 2011.

Selain itu ada Buku berjudul Mengenal Tokoh Wayang, Jilid Satu s/d Empat yang dikarang Solichin bersama penulis Ki Waluyo.

Sedangkan buku-bukunya yang dibuat oleh mantan Ketua Umum Sena Wangi ini dengan beberapa penulis lainnya antara lain berjudul Ensiklopedi Wayang Indonesia.

Buku berukuran besar dan tebal tersebut sudah ada beberapa edisi mulai dari edisi A, lalu B-C, dan edisi D-E-F. Semuanya terlihat eksklusif dengan hard cover berwarna hitam, bergambar muka berbeda-beda wayang, ada karakkter wayang kulit, ada pula karakter wayang golek.

Jumlah buku yang dipamerkan boleh dibilang sedikit tak sampai ratusan. Dan penulis bukunya pun kebanyakan karya Solichin. Ini membuktikan kalau buku tentang Wayang Indonesia masih terbatas jumlahnya dan penulisnya.

Berdasarkan pantauan Rona Budaya, hampir semua buku yang dipamerkan, sepertinya untuk konsumsi orang dewasa. Boleh dibilang tidak ada buku wayang buat bacaan untuk kalangan pelajar tingkat SD-SMA, apalagi buku wayang yang ditujukan buat anak-anak pra SD.

Mungkin saja di luar sana sudah ada buku-buku wayang khusus anak-anak yang lebih menonjolkan gambar untuk memperkenalkan aneka tokoh karakter wayang kepada anak-anak dilengkapi dengan menggambar wayang, namun tidak ikut dipamerkan? Atau memang tidak ada sama sekali? Entahlah.

Jika memang tidak ada, sudah sepatutnya para penulis buku yang tertarik dengan dunia wayang untuk membuat karya buku khusus bacaan anak-anak dengan tampilan menarik dan kreatif hingga menggugah anak-anak tertarik memiliki dan membacanya.

Itu merupakan salah satu cara memperkenalkan Wayang Indonesia kepada generasi muda Indonesia sejak dini.

Cara simple tapi kreatif lainnya, mengadakan lomba menggambar karakter wayang, kemudian hasil karya para pemenang dan finalisnya dibukukan dengan kemasan yang sesuai dengan usia anak-anak.

Selain buku, Pameran Wayang ”Robotik” ini juga memamerkan sejumlah wayang kulit yang ditempel di wadah triplek yang ditutupi kain berwarna hitam. Kebanyakan wayang kulit yang dipamerkan itu koleksi Kondang Sutrisno.

Dan yang bikin pertanyaan lagi, kenapa cuma wayang kulit yang dipamerkan, sementara jenis wayang lain seperti wayang golek tidak ada satupun yang ditampilkan?

Beberapa lukisan tentang wayang juga dipamerkan. Semuanya terpampang dalam bingkai, ada yang berukuran besar, sedang, dan kecil.

Sejumlah foto pementasan Wayang Orang (WO) juga dipasang dalam bingkai namun ukurannya relatif kecil-kecil, ukuran Jumbo. Foto-foto tersebut diletakkan dekat meja pameran buku.

Yang menarik ada beberapa karya gambar seni wayang kekinian atau wayang digital buatan seniman muda berusia 15 tahun Rafif Satrio Mulyaputra. Beberapa koleksi gambar wayangnya dipajang dekat dengan meja pameran buku dan foto-foto WO.

Pameran wayang bertema ‘Robotik” berlangsung sampai Rabu (26/4). Dari hasil pengamatan Rona Budaya, ke depan pameran serupa entah itu dalam rangka menyemarakkan Kongres Sena Wangi berikutnya atau even lain terkait wayang, usahakan harus tampil lebih siap dan menarik lagi.

Koleksi buku wayang yang ditampilkan pun harus lebih banyak dan beragam, bukan hanya dari kalangan Sena Wangi sendiri pun penulis dari kalangan lain, termasuk dari luar Jawa kalau memang ada. Begitupun dengan koleksi rupa wayangnya, baik itu jenis wayang, lukisan, dan lainnya.

Tak kalah penting, tempat pamerannya. Kalau memang tujuan pameran wayang itu untuk memperkenalkan wayang kepada masyarakat luas terlebih generasi muda sejak dini, sebaiknya lokasinya di tempat umum yang strategis.

Tak ketinggalan dikemas menarik dengan kombinasi bermacam kegiatan inovatif seperti workshop menjadi dalang, mengambar karakter wayang, dan lainnya.

Promosi pre event pameran wayang yang akan dilaksanakan pun harus gencar dari jauh-jauh hari, baik secara online maupun offline supaya masyarakat luas tahu lokasi dan waktu pelaksanaan pamerannya.

Intinya jangan miskin promosi dan publikasi, apalagi pameran wayang termasuk  culture event yang banyak manfaatnya buat generasi muda kini ditengah derasnya pengaruh bermacam budaya lain.

Salam budaya.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar