Selasa, 25 April 2017

Memahami Filsafat Wayang di Kongres Sena Wangi IX

Falsafah merupakan isi dan kekuatan utama dalam pertunjukan wayang. Wayang adalah tontonan sekaligus tuntunan. Maka dari pagelaran wayang dapat disusun ‘ilmu’ tersendiri yaitu Filsafat Wayang lengkap dengan objek, metode, system, substansi, dan aplikasinya.

Begitu inti pengantar Filsafat Wayang yang disampaikan pakar pewayangan Indonesia Drs. H. Solichin di Sarasehan Filsafat Wayang yang menjadi salah satu rangkaian acara Kongres Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (Sena Wangi) IX tahun 2017 di Gedung Pewayangan Kautaman, TMII, Jakarta Timur, Selasa (25/4).

Dalam menyusun Filsafat Wayang, lanjut Solichin penting untuk menempatkan posisi wayang itu dalam kerangka pemikiran fisafat. “Filsafat Wayang sebagai pemikiran dunia Timur mementingkan harmoni. Sedangkan pemikiran barat cenderung mengabaikan harmoni,” terang Solichin yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Kebijakan Sena Wangi.

Lebih lanjut penulis sejumlah buku tentang wayang ini menjelaskan bahwa pemikiran Barat memperoleh pengetahuan teknoligis yang sering menjauh dari kesejatian realitas, sementara Timur mencapai pengetahuan yang lebih ke lapis fenemologis sebagai jalan menggapai pengetahuan sejati.

“Pengetahuan dan filsafat Timur secara epistemologi bukan saja mampu berpikir logis dan dialektis, melainkan juga berpikir simbolik,” tambahnya.

Objek kajian Filsafat Wayang atau objek majeri kajiannya adalah pergelaran wayang itu sendiri. “Tidak saja tokoh dan cerita atau lakon wayang itu sendiri. Pergelaran wayang sebagai objek kajian itu harus utuh, tidak dapat dipisah-pisahkan, baik menyangkut “wadah” strukturnya maupau “isi” berupa adegan-adegan, karawitan, dan lainnya,” terangnya.

Menurut Solichin dalam penyusun Filsafat Wayang ada 3 tahap yang harus dilakukan yakni menyusun asfek falsafah atau pandangan hidup yang secara implisi ada dalam pergelaran wayang. “Dalam pengertian ini Filsafat Wayang dipandang sebagai pandangan hidup yang berisi ajaran-ajaran tentang kebaikan,” terangnya.

Berikutnya menyusun aspek falsafah menjadi filsafat sistematis. “Dalam pengertian ini Filsafat Wayang mempunyai kepentingan akademik yaitu Fislsafat Wayang sebagai sebuah “ilmu”,” terangnya lagi.

Dan yang ketiga menyusun filsafat kritis/kreatif sebagai filsafat yang bersifat kritis dan memanfaatkannya untuk kepentingan pragmatis dalam kehidupan sehari-hari, pribadi, masyarakat, negara serta kepentingan praktis lainnya.

“Jadi objek penyusunan Fisafat Wayang itu adalah pergelaran wayang. Tiga ilmu itu dapat diketemukan disitu yaitu ilmu filsafat, ilmu pedalangan, dan ilmu tasawuf,” ungkapnya.

Tiga tahap tersebut, lanjut Solichin menjadi sangat penting dalam rangka penyusunan Filsafat Wayang. “Dari pemikiran yang bersifat ajaran, lalu disistematisasikan sehingga menjadi ilmu dan pada akhirnya mempunya daya guna,” terangnya.

Mengapa Sena Wangi menginginkan Filsafat Wayang? Karena menurut Solichin sangat bermanfaat bagi Sena Wangi dalam upaya pelestarian dan pengembangan Wayang Indonesia. “Juga bermanfatat bagi pengembangan Filsafat Nusantara sebagai salah satu khasanah pemikiran Timur dan pengembangan ilmu pengetahuan serta mendorong penguasaan iptek,” pungkasnya.

Menurutnya lagi kalau Indonesia ingin menjadi bangsa yang maju kuasai filsafat. “Globalisasi itu adalah konsep dari Barat. Kalau bangsa Indonesia yang maju maka kuasai filsafat wayang dan Iptek lalu kuasai peradaban,” terangnya.

Filsafat itu membangun peradaban, bangsa yang maju menguasai ilmu dan iptek. “Ilmu filsafat menjadi popular melahirkan ilmu pengetahuan yang menguasai iptek,” pungkas Solichin.

Selain Solichin ada 3 nara sumber lainnya yang hadir di sesi Penjelasan Filsafat Wayang yaitu Dr. Sri Teddy Rusdy, SH., M.Hum yang menyampaikan makalah berjuduk Semiotika dan Epistemologi Wayang, Prof. Dr. Joko Siswanto (Metafisika Wayang), dan Prof. Dr. Kasidi Hadiprayitno, M.Hum tentang Aksiologi Wayang.

Menurut Sri Teddy dalam wayang ada banyak tanda. “Wayang adalah dunia simbol, maka itu ada semiotika dan epistemologi,” akunya. Ada 3 wilayah semiotika wayang, lanjut Sri Teddy yakni lakon, peralatan dan wayang, serta struktur pergelaran wayang.

“Kalau Epistemologi wayang adalah bahwa wayang adalah bagian dan budaya Jawa. Berbicara wayang tidak terlepaskan dari budaya Jawa,” terang Sri Teddy yang kini menjabat sebagai salah satu Ketua Sena Wangi.

Sementara Prof. Joko Siswanto mengatakan obyek material wayang itu memang pergelaran wayang dan obyek formalnya adalah filsafat wayang.

“Sudut pandangnya adalah filsafat Barat. Mengapa? karena metode yang mapan adalah filsafat Barat. Kalau kita berbicara masalah aksiologi, epistemologi, dan estetika itu adalah Barat. Kalau kita memakai teori hermenuika itu sebagai teks, siapakah yang menentukan makna teks itu. Sebab banyak tulisan tentang wayang tetapi dalam dimensi mistisnya,” ungkap Joko yang kini menjabat sebagai anggota Dewan Pakar Sena Wangi.

Terakhir Prof. Kasidi menjelaskan Aksologi Wayang itu membahas tentang hakikat nilai sebagaimana tersirat dalam pergelaran wayang.

“Aksiologi wayang ini mengupas arti, sifat, klasifikasi, status metafisis dan hierarki nilai, termasuk tentang estetika dan etika wayang. Dengan kata lain berusaha untuk dicarikan jawabannya di dalam pergelaran wayang,” terang Anggota Dewan Kebijakan Sena Wangi ini.

Selain Sarasehan Filsafat Wayang, Kongres Sena Wangi yang diikuti para sesepuh hingga anggota Sena Wangi seperti organisasi pewayangan antara lain PEPADI Pusat dan PEWANGI, Lembaga Pendidikan Pewayangan baik formal maupun non formal, dan lainnya, kali ini juga disemarakkan dengan pameran Wayang “Robotik” (rupa wayang, buku-buku wayang, dan foto-foto wayang) serta pergelaran Wayang Orang Sriwedari.

Kongres Sena Wangi IX berlangsung 2 hari. Hari terakhir, besok, Rabu (26/4) di tempat yang sama, acara intinya Peresmian Pembukaan Kongres Sena Wangi IX, Pemilihan Ketua Umum Sena Wangi masa bakti 2017-2022, dan penutupan kongres dengan pembacaan Deklarasi Kongres Sena Wangi IX serta sambutan penutupan oleh Ketua Umum Senawangi yang baru.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar