Perayaan Isra’ dan Mi’raj
di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) punya pesona tersendiri dibanding
daerah lain. Pasalnya di sejumlah tempat, termasuk di Kota Pangkalpinang,
masyarakat Babel menggelar Nganggung.
Tradisi turun-temurun ini menunjukkan rasa solidaritas, kepedulian, gotong royong,
kekeluargaan, dan silaturrahim antar-anggota masyarakat di
Negeri Serumpun Sebalai ini.
Nganggung merupakan kegiatan
masyarakat
Babel yang dilakukan secara bersama-sama dengan membawa aneka
makanan dari rumah masing-masing, dengan menggunakan dulang
dari kuningan yang ditutup dengan tudung saji
berwarah cerah, biasanya merah.
Makanan yang dibawa antara lain nasi berikut
lauk-pauknya, bermacam kue tradisional, dan buah-buahan yang diletakkan dalam
piring. Jenis makanannya sesuai
dengan status dan kemampuan keluarga tersebut.
Di Kota Pangkalpinang, tradisi ini sering juga disebut dengan adat Sepintu
Sedulang. Tradisi ini biasanya dilakukan pada upacara upacara keagamaan,
seperti hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, Mauludan, Nisfu Sya’ban, Muharaman, serta perayaan Isra’
dan Mi’raj.
Lokasinya biasanya di masjid, sementara kalau Nganggung Akbar di Kota Pangkalpinang
biasanya digelar di Rumah Dinas Walikota setelah dilaksanakan Pawai Taaruf.
Di Pangkalpinang, tradisi
ini kerap dilaksanakan di Desa Tuatunu yang dikenal dengan julukan desa
'Serambi Mekkah' karena nuansa Islam-nya masih sangat kental. Lokasi lainnya di
Pangkalbalam arah ke pelabuhan.
Biasanya yang menyiapkan
aneka makanan di dalam dulang itu kaum ibu dibantu para gadis, sedangkan yang membawa
dulang berisi aneka makanan itu adalah kaum laki-laki ke masjid.
Setibanya di masjid, dulang-dulang
dijejer dengan rapi di lantai dalam dan luar masjid. Para jamaah kemudian duduk
bersila di depan dulangnya masing-masing.
Acara kemudian dimulai
dengan pembacaan doa dan shalawat nabi, setelah itu imam masjid mempersilahkan
para jamaah menyantap hidangan dalam dulang tersbut.
Waktu pelaksanaan Nganggung tidak sama antara satu desa dengan desa yang lain.
Ada yang menggelarnya pagi pukul 7, jelang siang pukul 10, ba’da Zuhur pukul 1
siang, dan ba’da Ashar atau pukul 4 sore.
Lokasinyapun tak melulu
masjid atau surau, bisa juga di
rumah adat atau di balai adat.
Biasanya tradisi ini
dimulai dengan siraman rohani berupa
pengajian dan ceramah keagamaan. Kadang
diselipkan dengan beberapa
pengumuman penting, lalu dilanjutkan dengan do’a bersama.
Acara kemudian ditutup dengan makan bersama sambil saling
bersilaturrahim antar anggota masyarakat, sahabat, dan kerabat.
Tradisi Nganggung pun tak
melulu digelar untuk menyambut dan
merayakan hari-hari besar keagamaan seperti tersebut di ata.
Pun untuk menyambut tamu kehormatan
seperti gubernur, walikota, bupati, walikota, dan tamu spesial lainnya.
Tradisi ini juga kadang dilaksanakan 7 hari setelah masa berkabung atas meninggalnya salah satu warga. Biasanya dilakukan setelah melaksanakan ritual tahlilan.
Tradisi ini juga kadang dilaksanakan 7 hari setelah masa berkabung atas meninggalnya salah satu warga. Biasanya dilakukan setelah melaksanakan ritual tahlilan.
Lantaran itu, Nganggung di
Babel tetap terjaga keberadaannya dari generasi ke generasi, tak lekang
diterjang zaman.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig:
@adjitropis)
Foto: @kemenpar & babelprov.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar