Senin, 24 April 2017

Nganggung, Tradisi Warga Bangka Belitung yang Tak Lekang Zaman

Perayaan Isra’ dan Mi’raj di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) punya pesona tersendiri dibanding daerah lain. Pasalnya di sejumlah tempat, termasuk di Kota Pangkalpinang, masyarakat Babel menggelar Nganggung.

Tradisi turun-temurun ini menunjukkan rasa solidaritas, kepedulian, gotong royong, kekeluargaan, dan silaturrahim antar-anggota masyarakat di Negeri Serumpun Sebalai ini.

Nganggung merupakan kegiatan masyarakat Babel yang dilakukan secara bersama-sama dengan membawa  aneka makanan dari rumah masing-masing, dengan menggunakan dulang dari kuningan  yang ditutup dengan tudung saji berwarah cerah, biasanya merah.

Makanan yang dibawa antara lain nasi berikut lauk-pauknya,  bermacam kue tradisional, dan buah-buahan yang diletakkan dalam piring. Jenis makanannya sesuai dengan status dan kemampuan keluarga tersebut.

Di Kota Pangkalpinang, tradisi ini sering juga disebut dengan adat Sepintu Sedulang. Tradisi ini biasanya dilakukan pada upacara upacara keagamaan, seperti hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, Mauludan, Nisfu Sya’ban,  Muharaman, serta perayaan Isra’ dan Mi’raj.

Lokasinya biasanya di masjid, sementara kalau Nganggung Akbar di Kota Pangkalpinang biasanya digelar  di Rumah Dinas Walikota setelah dilaksanakan Pawai Taaruf.

Di Pangkalpinang, tradisi ini kerap dilaksanakan di Desa Tuatunu yang dikenal dengan julukan desa 'Serambi Mekkah' karena nuansa Islam-nya masih sangat kental. Lokasi lainnya di Pangkalbalam arah ke pelabuhan.

Biasanya yang menyiapkan aneka makanan di dalam dulang itu kaum ibu dibantu para gadis, sedangkan yang membawa dulang berisi aneka makanan itu adalah kaum laki-laki ke masjid.

Setibanya di masjid, dulang-dulang dijejer dengan rapi di lantai dalam dan luar masjid. Para jamaah kemudian duduk bersila di depan dulangnya masing-masing.

Acara kemudian dimulai dengan pembacaan doa dan shalawat nabi, setelah itu imam masjid mempersilahkan para jamaah menyantap hidangan dalam dulang tersbut.

Waktu pelaksanaan Nganggung tidak sama antara satu desa dengan desa yang lain. Ada yang menggelarnya pagi pukul 7, jelang siang pukul 10, ba’da Zuhur pukul 1 siang, dan ba’da Ashar atau pukul 4 sore.

Lokasinyapun tak melulu masjid atau surau, bisa juga di rumah adat atau di balai adat.

Biasanya tradisi ini dimulai dengan siraman rohani berupa pengajian dan ceramah keagamaan. Kadang diselipkan dengan beberapa pengumuman penting, lalu dilanjutkan dengan do’a bersama.

Acara kemudian ditutup dengan makan bersama  sambil saling bersilaturrahim antar anggota masyarakat, sahabat, dan kerabat.

Tradisi Nganggung pun tak melulu digelar untuk menyambut dan merayakan hari-hari besar keagamaan seperti tersebut di ata. Pun untuk menyambut tamu kehormatan seperti gubernur, walikota, bupati, walikota, dan tamu spesial lainnya.

Tradisi ini juga kadang dilaksanakan 7 hari setelah masa berkabung atas meninggalnya salah satu warga. Biasanya dilakukan setelah melaksanakan ritual tahlilan.

Lantaran itu, Nganggung di Babel tetap terjaga keberadaannya dari generasi ke generasi, tak lekang diterjang zaman.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

Foto: @kemenpar & babelprov.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar