Rabu, 26 April 2017

Wayang di Sergai Hidup Segan Mati Tak Mau, Inilah Upaya Bupati Ir. H. Soekirman

Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Sumatera Utara (Sumut) memiliki paguyuban wayang sejak lama. Namanya Suko Budoyo. Sayangnya karena keterbatasan SDM, krisis dalang dan sindennya, membuat wayang tersebut vakum setahun belakangan ini.

Untuk menggeliatkan kembali wayang di Sergai), Bupatinya Ir. H. Soekirman pun datang ke Jakarta, memenuhi undangan Kongres Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (Sena Wangi) 2107.

Kongres Sena Wangi ke IX itu berlangsung 2 hari di Gedung Pewayangan, Kautaman, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur.

“Saya datang khusus untuk mengikuti Serasehan yang mengawali Kongres Sena Wangi tahun ini. Soalnya materi yang dibahas dalam sarehan ini sangat bagus, salah satunya penjelasan tentang Filsagfat Wayang,” ujar Ir. H. Soekirman kepada Rona Budaya, disela-sela Sarasahen tersebut yang berlangsung di ruang serbaguna Gedung Pewayangan Kautaman, TMII, Jakarta, Selasa (24/4).

Usai mengikuti Sarasehan, lanjut Soekirman esoknya, Rabu (26/4) dia akan menghadiri Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2017 di Hotel Bidakara, Jakarta. “Jadi ke Jakarta ada dua acara sekaligus yang sama penting, yakni Sarasehan Wayang terkait Kongres Sena Wangi hari Selasa dan hari Rabu-nya Musrenbangnas 2017,” ungkapnya.

Khusus di Kongres Sena Wangi, sambung Soekirman, dia punya misi tersendiri terkait upayanya untuk menghidupkan dan menggeliatkan kembali wayang di Sergai.

“Di kesempatan Sarasehan Kongres Sena Wangi 2017 ini saya ingin berkeluh kesah perihal nasib pewayangan di Sergai khususnya yang boleh dibilang hidup segan mati tak mau. Termasuk nasik wayang di beberapa kabupaten di Sumut lainnya yang kebetulan penduduknya banyak orang Jawa dan memiliki grup wayang juga,” terangnya.

Dia berharap supaya lembaga tertinggi yang mengurusi wayang seperti Sena Wangi dan Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) di Jakarta ini mau mendengar keluhan pewayangan di Sergai khususnya.

“Kongkritnya kami berharap Sena Wangi atau Pepadi dan lainnya mau mengirimkan pengajar dalang dan sinden ke Sergai,” ungkapnya.

Menurut Soekirman di Sergai kini tinggal tersisa paguyuban wayang Suko Budoyo. Namun dua dalangnya yakni Kasno dan Nato sudah meninggal dunia karena uzur dan sakit. Sisanya tinggal satu dalang lagi bernama Mbah Jiran asal Yogjakarta, itu pun tidak bisa mendalang lagi karena sudah sepuh, 80-an tahun usianya.

Begitupun dengan sindennya, tinggal satu orang saja, dan rumahnya jauh di Medan. “Nama sindennya Ibu Yati, sudah tua juga. Kalau ke Kota Perbaungan, Sergai tempat Wayang Suko Budoyo berkumpul dan latihan yang berjarak sekitar 40-an Km dari Medan, dia tidak bisa datang. Akhirnya setahun belakangan ini Suko Budoyo vakum karena tidak ada dalang dan sindennya. Padahal banyak yang nanggap atau ngundang untuk pentas. Sekali mentas dipatok Rp 3 juta,” ungkapnya.

Sebenarnya Soekirman bisa mendalang tapi hanya sebatas dalangan lucu-lucuan, libuan atau goro-goro yang bersifat menghibur. “Saya memang bisa nge-dalang tapi cuma sebatas buat lucu-lucuan dan sudah belasan sekali tampil. Tapi untuk yang serius saya belum bisa, takut merusak pakem. Tapi anehnya banyak yang mengganggap saya pinta nge-dalang,” akunya seraya tertawa.

Upaya lainnya, Soekirman mengusulkan agar lembaga pendidikan yang ada di Jawa seperti ISI, ISBI, dan lainnya melakukan bedhol kampus dengan mengirimkan mahasisiwa/i terbaiknya terutama yang memahami karawitan, penyindenan, pewayangan, dan pendalangan ke Sumut, termasuk ke Sergai.

Selain meminta bantuan tenaga pengajar dalang dan sinden dari pusat, terutama dari Sena Wangi, Pepadi dan usulan bedhol kampus tersebut, lanjut Soekirman, pihaknya pun berusaha mencari pengajar dalang maupun sinden yang masih ada di Kabupaten Simalungun, Asahan, dan lainnya. “Kira-kira di Sumut kini tinggal 10 grup wayang kulit yang tersisa,” terangnya.

Soekirman pun menjelaskan mengapa di Sumut termasuk di Sergai bisa ada paguyuban wayang. Menurutnya di Sergai mayoritas penduduknya Jawa sekitar 35 persen, Batak 25 % persen sisanya Melayu dan lainnya.

“Orang Jawa sudah ada di Sergai sejak 1.800 an. Kemudian muncullah kesenian wayang sampai sekarang. Cuma kondisinya sekarang inni memprihatinkan terutama kendala keterbatasan SDM, kritis dalang dan sindennya,” akunya.

Kenapa orang Jawa bisa ada di Sergai? Kata Soekirman, luas kabupaten Sergai 190 ribu hektar, sekitar 100 ribu hektar itu perkebunan karet dan kelapa sawit.

“Perkebunan dibuka tahun 1900-an oleh Belanda, masuklah orang Jawa yang dibawa oleh Belanda sebagai tenaga kontrak perkebunan untuk membangun rel kereta api dan membuka perkebunan. Kebanyakan didatangkan Belanda dari Purworejo, Purwokerto, dan Banyumas serta Wonogiri dan Trenggalek,” terangnya.

Sejak itulah orang Jawa tinggal dan berkembang sampai sekarang di Sergai dan sejumlah kabupaten lain di Sumut. Seiring dengan pertumbuhan masyarakat Jawa di Sergai, hiduplah kesenian wayangnya.

Namun sebagai bupati, lanjut Soekirman, meskipun berdarah orang Jawa, dia tetap mengembangkan semua jenis kebudayaan suku-suku yang ada di Sergai, termasuk kesenian Batak, Melayu, Minang, dan lainnya.

“Saya juga melestarikan budaya Batak, kita buat Kerabat atau Kerukunan Rakyat Batak dengan melestarikan tarian Tortor dan lainnya. Tahun 2015 Sergai mendapat juara pertama lomba Tari Batak Fakfak tingkat Nasional di TMII, Jakarta. Kalau Melayu, tarian Serampang Duabelas itu berasal dari Sergai. Tanggal 22 April kemarin kita baru buat pergelaran Tari Serampang Duabelas di Sergai,” ungkap Soekirman yang sepak terjangnya di bidang budaya membuatnya diangkat sebagai Bapak Budaya Sergai oleh para pegiat seni dan budaya setempat.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

Captions:
1. Bupati Sergai Ir. H. Soekirman meluangkan waktu melihat pameran wayang di sela-sela Sarasehan yang digelar dalam rangka menyemarakkan Kongres Sena Wangi IX-2107 di Jakarta.
2. Suasana Sarasehan Filsafat Wayang yang digelar dalam Kongres Sena Wangi 2017 di Jakarta.
3. Buku Onderneming Van Sergai karangan Bupati Sergai Ir. H. Soekirman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar