Di awal tarian, seorang
penari perempuan masuk ke panggung. Dia memerankan Ineh Ngunndri GunungTarian,
sosok perempuan yang mendapatkan ilham untuk menjalankan suatu tugas dari dewa
untuk mengobati orang yang sakit lantaran diganggu roh-roh jahat.
Perempuan itu merupakan
Wadian yang pertama dan merupakan utusan dewa yang diwujudkan dalam bentuk
Burung Elang. Tugasnya sebagai Wadian akan diteruskan oleh keturunan
berikutnya.
Saat menarikan peran
itu, gerakan penari terlihat ringan dan lamban. Baru setelah lima penari perempuan
lainnya masuk, gerakan tariannya berubah lebih cepat dan dinamis.
Tarian Wadian Dadas
yang dibawakan 6 penari perempuan Dayak berdurasi sekitar 30 menit tersebut jadi
suguhan awal acara peluncuran Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) 2018 di
Balairung Soesilo Soedarman, gedung Sapta Pesona, kantor Kementerian Pariwisata
(Kemenpar) Jakarta, Kamis (19/4).
Semua penarinya mengenakan
kostum tari berwarna kuning terang bergaya kemben dengan pernak-pernik dari
manik-manik, juga ikat kepala dari rajutan daun kelapa muda dan ditambah hiasan
dari beberapa bulu burung.
Mereka diiringi 4 pemusik, antara lain pemain gendang dan seperangkat gong. Para pemain
musiknya mengenakan baju berwarna merah
dan Lawung atau peci khas pria Dayak Kalteng.
Pada awalnya Wadian Dadas
berasal dari Barito Timur (perbatasan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur)
di pedalaman Pegunungan Meratus, tepatnya di Desa Nansarunai.
Ketika itu di desa tersebut
berdiam suku Dayak Ma’nyan. Tetapi karena terdesak oleh suku bangsa lain,
mereka kemudian meninggalkan tempat asalnya dan berpindah ke tempat lain,
seperti ke Kecamatan Dusun Timur (Kabupaten Barito Selatan) dan daerah Tamiang
Layang (Kabupaten Barito Timur).
Wadian Dadas yang semua
hidup di zaman masyarakat primitif kemudian berkembang di dalam masyarakat
tradisional, karena ada perpindahan komunitas Dayak Ma’nyan ke desa lain.
Karungut
Selain tarian tersebut, juga dihadirkan Karungut berupa nyanyian lagu khas Dayak Kalteng yang dibawakan seniman Dayak serba bisa Wilbertus Wilson (57) yang juga menjabat sebagai Kepala Taman Budaya Kalteng.
Selain tarian tersebut, juga dihadirkan Karungut berupa nyanyian lagu khas Dayak Kalteng yang dibawakan seniman Dayak serba bisa Wilbertus Wilson (57) yang juga menjabat sebagai Kepala Taman Budaya Kalteng.
Wilson diiringi 4
pemain musik ditambah Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kalteng,
Guntur Talajan yang memainkan alat musik kecapi pengiring.
Menurut Wilson, Karungut
kalau di Kalteng dibawakan dengan Bahasa Dayak Ngaju yang dipakai oleh sebagian
besar orang Dayak yang tinggal di Kahayan, Kapuas, Katingan, Seruyan, dan Mentaya.
“Khusus di acara ini di
Jakarta saya pakai Bahasa Indonesia agar tamu undangan memahami. Liriknya
spontanitas saja menceritakan tentang potensi wisata budaya dan alam yang ada
di Kalteng,” ungkapnya kepada RonaBudaya usai tampil.
Menurut Wilson wisatawan
dan penikmati seni budaya bisa menyaksikan kesenian Karungut, Tari Wadian Dadas,
dan sejumlah tarian, lagu daerah serta teater
khas Dayak Kalteng saat penyelenggaraan FBIM 2018 yang digelar oleh Pemprov Kalteng dan didukung Kemenpar di Kuala Kapuas, Kabupaten Kapuas, Kalteng pada 2-6 Mei mendatang.
“Kalau di luar FBIM juga bisa, tinggal menghubungi dan mendatangi
Taman Budaya Kalteng di Palangkaraya atau langsung ke sanggar-sanggar seni. Di Kalteng
sendiri tercatat ada 364 sanggar seni baik tari, musik, teater, sastra, dan
lainnya,” ungkapnya.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com,
ig: @adjitropis)
Captions:
1. Enam
penari perempuan Dayak Kalteng membawakan Tari Wadian Dadas di peluncuran
Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) 2018 di Jakarta.2. Salah satu penari perempuan Wadian Dadas.
3. Tari Wadian Dadas menceritakan pengobatan untuk mengusir roh jahat.
4. Kesenian Karungut khas Dayak Kalteng.
5. Wilbertus Wilson (57) seniman Dayak sekaligus Kepala Taman Budaya Kalteng (memakai rompi dari kulit kayu) bersama para pemain musik Karungut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar